"Baitush Sholihah" 💓

Kata orang, nama adalah do'a. Begitulah kiranya dengan nama "rumah" ini, diliputi dengan segenap do'a dan cita-cita agar orang-orang yang tinggal di dalamnya dapat menjadi "sholihah", sebaik-baik perhiasan dunia. 


Menjadi bagian dari mereka hampir setahun yang lalu membuatku banyak belajar. "Setiap mukmin adalah cermin bagi yang lainnya.", bukankah begitu sabda Rasulullah? Dan memang benar adanya, kita memerlukan "teman baik" untuk bersama-sama menjadi lebih baik. Dari mereka kita akan bercermin, sudah sejauh mana perbaikan diriku? 

Bisa dibilang BST (Baitush Sholihah Terpadu) adalah asrama keduaku setelah RK 😊. Ya memang sih, tidak ada sistem yang benar-benar mengikat dengan reward dan punishment, tidak ada program atau kajian bulanan atau pekanan, tidak ada supervisor yang benar-benar supervisor layaknya di asrama dulu, dan tidak ada evaluasi asrama seperti yang dirindukan para pesertanya tiap akhir semester 😂.

Tapi di sini aku mendapatkan pembelajaran tentang hal-hal yang dulu aku lupakan, atau tak sengaja terlupa karena kesibukan mengejar hal lainnya. Tentang upaya pulang ke rumah sebelum maghrib. Kalau pun terpaksa pulang setelah isya, pesannya adalah "sebelum jam 21.00 ya mah". Ya, betapa sesungguhnya sangat nyaman pulang sebelum maghrib, sehingga bisa bersih-bersih sebelum sholat maghrib dan isya, entahlah ternyata rasanya tenang gitu kalau bisa pulang sebelum maghrib.

Pembelajaran lainnya tentang piket masak, ya walaupun katanya memasak bukan tugas seorang ibu atau seorang istri. Tapi apa ya rela kalau misal nanti sudah berkeluarga makanan sehari-hari anak dan suami diolah oleh orang lain, yang mana kadang tidak diketahui higienitas pengolahannya, kualitas bahan-bahannya, bahkan mungkin kehalalan atau kethoyibannya. Berawal dari keterpaksaan, tuntutan, dan lama-lama jadi kebutuhan. Selain belajar mengolah makanan sendiri, ini juga menjadi ajang pengiritan anggaran hidup 😂😂😂.

Oya, ceritanya dulu ketika pertama bergabung di rumah ini setahun yang lalu, sedang bulan Ramadhan (wah bentar lagi juga udah Ramadhan yaa). Waktu itu, ketika aku lebih memilih menggunakan waktu pagiku untuk me time, entah itu baca buku, mengerjakan tugas, atau terkadang khilaf dengan kegiatan tak berfaedah :", mereka justru selesai sahur dan jelang shubuh langsung bersiap-siap. Lepas shubuh sudah berangkat menuntut ilmu. Maasya Allah, malu ya rasanya :". Ikut kajian bukan sebuah kewajiban lagi di sini. Tapi sudah melekat menjadi budaya masing-masing individu. Lantas ketika lingkungan sudah sedemikian bersemangat menjadi pemburu ilmu dan pemburu syurga, apa kabar diri ini? 

Di sini aku juga belajar tentang menghargai hak saudara yang lainnya, dari piket masak porsi besar (kira-kira untuk 14-18 orang) dan harus benar-benar dihitung agar semuanya kebagian :" segala-galanya dibagi rata, entah itu sekedar kerupuk saja, semua harus dapat. Bahkan sekedar acara main-main (bahasa kerennya rihlah) saja penuh perhitungan anggaran, persiapan bekal makanan dan minuman, tikar, payung. Ini bukan ribet sih, tapi  penuh persiapan 😁

Di rumah ini panggilan yang bisa mengumpulkan jiwa-jiwa yang sedang berkutat dengan aktivitas masing-masing adalah, "hayya 'ala shollah" ayo sholaaaat, tapi terkadang ketika makanan lebih dahulu terhidang sebelum adzan berkumandang, bentuk panggilannya menjadi,  "hayya na'kul" ayo makan 😆

Hidup bersama memang membuat space privasi terkurangi, bahkan tak jarang ada sikap-sikap yang tak enak di hati. Tapi hidup bersama masih lebih baik dari pada sendirian, karena dalam kebersamaan itu ada kewajiban untuk saling mengingatkan, saling tolong menolong, saling belajar, dll. Hidup bersama itu lebih indah, percayalah! #oprecBST3 #bahagiadalamkebersamaan #bersamaituindah


Komentar

Postingan populer dari blog ini

The book of Ikigai

Mau dibawa kemana nasib bangsa ini?

-Seeing the struggle of mothers-