Get Me Closer | Memaknai Kata "Insyaa Allaah"

 a khutbah by ustadz Nouman Ali Khan

 ﴿٢٣﴾وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا  

 ﴿٢٤﴾إِلَّا أَن يَشَاء اللَّهُ وَاذْكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَن يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا           

Allah ‘azza wajalla  mengungkapkan dalam surah Al Kahf, setelah mengajari Rasulullah cerita tentang pemuda Al Kahfi. Allah berfirman,  ﴿٢٣﴾ وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا

"Jangan pernah engkau berani mengatakan jika aku pasti akan melakukan sesuatu (apapun itu) besok". Dari pernyataan ini yang menghubungkan dengan cerita ashabul kahfi secara langsung yakni ada anak-anak muda yang tidak tahu bahwa hari ‘esok mereka’ akan jadi bergenerasi-generasi selanjutnya. Orang-orang datang dan pergi, generasi datang dan pergi, orang tua mereka datang dan pergi, generasi baru datang dan pergi, jadi tua kemudian mati, dan mereka masih tinggal di gua. Bagi Pemuda Al Kahfi, ketika mereka bangun dari tidur dan Allah membangkitkan mereka kembali, mereka berpikir ‘kami di sini hanya sehari atau setengah hari’.

Apa yang Allah ceritakan kepada Rasulullah menggunakan suatu cara yang begitu indah, tidak hanya sebuah ancaman tapi seolah-olah Allah mengatakan “Sekarang kamu paham kan bahwa masa depan itu seluruhnya ada di tangan Allah, Allah bisa menghentikan waktu untuk seseorang atau sekumpulan orang yang beriman, Allah dapat mengubah secara total hari esok”.

Jadi coba pikir dari sudut pandang Pemuda Al Kahfi. Bagi mereka seluruh dunia yang mereka ketahui telah berubah dalam sehari. Bagi kita hal itu berlangsung sekitar 300 tahun. Poinnya, mereka bangun di dunia yang baru. Dan di pikiran mereka segalanya berlangung dalam sehari. Seperti halnya kelak, manusia akan pergi tidur di dalam kubur, kau dan aku akan dikubur dalam bumi, tanah di mana kita diciptakan dari saripatinya, kita akan kembali ke sana. Dan kita akan dibangkitkan kembali di hari Penghakiman (judgment day). Akan ada orang yang sebenarnya sudah ‘tidur’ selama ribuan tahun, ada yang ‘tidur’ selama ratusan tahun, dan Allah tahu kapan hari Penghakiman itu tiba, seberapa dekat atau seberapa jauh Allah tahu itu. Dan ketika semua orang dibangkitkan di waktu yang sama, mereka berpikir bahwa baru berlangsung satu hari sejak mereka meninggal.

Apa yang Allah sampaikan di ayat ini, first and foremost, kita tidak bisa membuat rencana yang definitif tentang seperti apa hari esok. Ini bukan hanya tentang apakah kita bisa melakukan sesuatu atau tidak. Tapi lebih kepada, the entire world, hari esok, bukan hanya kamu! Matahari dan bulan, langit yang berada di atas kepala kita, pepohonan, gunung-gunung, hari esok mereka berada di tangan Allah. Dia dapat mengubah segalanya. Seluruh realitas kehidupan kita dapat berubah.

Seperti halnya tahun 2020 ini, di awal tahun mungkin kita sudah merencanakan apa saja target kita tahun ini, rencana perjalanan tahun ini, tapi kemudian COVID-19 datang. Kita merencanakan segala sesuatu, kemudian Allah menetapkan bahwa sesuatu yang lain akan terjadi, dan itu tidak hanya memengaruhi hidup kita tapi juga memengaruhi kehidupan seluruh dunia. Allah tahu berapa banyak rencana yang tak terbatas untuk orang-orang, business plan, education plan, family plan, segala jenis perencanaan. Semuanya bisa tertahan karena Allah sudah menetapkan bahwa hari esok akan terlihat berbeda. Tapi ada sisi lainya, ketika Pemuda Al Kahfi memasuki gua, mereka tidak tahu apa yang akan terjadi besok, mereka tidak tahu apakah mereka akan ditemukan, apakah mereka akan mendapatkan makanan, mereka tidak tahu apapun. Mereka bergerak menuju gua dan mereka mengatakan pada Allah, sesuatu yang sungguh sangat indah, "وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا " (ayat 10),

“Tunjukkan kami jalan yang lurus, jadikan jalan yang lurus itu mudah dan nyaman bagi kami.”
Mereka mengambil jalan yang tidak nyaman tapi mereka mengatakan kepada Allah tentang kenyamanan, mereka mengambil jalan yang benar. Kata rasyadaa muncul lagi di akhir cerita yang diceritakan kepada Rasulullah.

إِلَّا أَن يَشَاء اللَّهُ,  "Jangan katakan bahwa kamu pasti akan melakukan sesuatu besok, kecuali jika Allaah menghendakinya (insyaa Allaah)". Maksudnya, engkau menambahkan bahwa jika keinginan Allah tidak sejalan dengan apa yang aku rencanakan atau apa yang aku pikir akan aku lakukan, maka hal itu tidak akan terjadi.

Kata insyaaa Allaah di budaya kita sudah menjadi sesuatu yang berlainan makna dari yang seharusnya, untuk kita hari ini, insyaa Allaah bermakna sangat tidak mirip atau seperti tidak yakin, tapi kita menambahkan nama Allah di sana.

Besok kita ketemu jam 3 sore yaa” “ Yeah insyaa Allah”, maksudnya yah jangan terlalu percaya itu. Dan jika hal itu tidak terjadi, “yah aku kan bilang insyaa Allah, itu berarti aku punya jaminan keterlambatan (lateness insurance), jadi ngga papa, hehehe” . Jadi, kata insyaa Allaah sudah berubah dari makna sesungguhnya.

Ketika kita mengucapkan insyaa Allaah, itu berarti kita punya sesuatu rencana yang benar-benar kita harapkan terjadi, atau sesuatu yang kita rencanakan akan kita lakukan. Dan kita harus pahami bahwa apapun yang akan kita lakukan, kita harus benar-benar mempunyai niat yang benar, dan kita berkata ‘ya Allah ini rencana atau keinginanku, ini yang ingin aku eksekusi tapi keinginanku tidak ada artinya jika keinginanMu bertentangan dengannya. Sampai keinginan-Mu mendorong keinginanku, hal itu tidak akan terjadi’. Menggantungkan masa depan kepada Allah, bahwa kita adalah hamba yang kembali pada Allah, dan bahkan mengingatkan orang lain tentangnya, itulah yang dimaksud dengan illaa anyasyaa Allaah.

Kelanjutan ayatnya, وَاذْكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ. Sebut nama Rabb-mu ketika kamu lupa. Itu tidak hanya bermakna, oh aku lupa bilang insyaa Allaah. Malaikat bisa ngga ditulisin aku udah bilang insyaa Allaah, tadi aku lupa tapi sekarang aku udah bilang insyaa Allaah. Yah itu juga mengingat (rememberance), tapi sesungguhnya mengingat Allah dan mengingat Rabb berarti mengingat bahwa Rabb adalah the one yang mengontrol takdirmu, apa yang kamu boleh dan tidak boleh lakukan. Di ayat ini disebutkan, wadzkurrabbaka, ingat dan sebut nama Rabb-mu.

Kita kadang berpikir tentang masa depan, project yang harus diselesaikan, tugas apa yang harus dilakukan, resolusi apa yang ingin dicapai, keputusan apa yang dibuat, sampai kadang mungkin kita berpikir bahwa kitalah the one yang mengontrol semuanya, we’re in charge. Tapi di momen itu Allah berkata, “Tidak, ketika kamu berpikir kamu mempunyai kendali (atas rencana-rencana mu) itulah saat di mana kamu harus mengingat bahwa kamu memiliki Rabb atas dirimu." Bukan hanya mulut kita yang harus mengucapkan Insyaa Allaah, Insyaa Allaah adalah pengakuan bahwa Allaah menguasai segala takdir kita. Dia memiliki kendali penuh atas takdir kita.

Allah mengucapkan idzaa nasiita bukan innasita, so beautiful, Dia tidak mengatakan make mention of your Master and remember your Master IF you forget, Allah mengatakan WHEN you forget. Maknanya, lupa itu sesuatu yang tidak bisa dihindari. Ketika dikatakan JIKA maka itu bisa terjadi, bisa tidak terjadi. Ketika dikatakan KETIKA maka itu akan terjadi. Kadang-kadang pada suatu saat tertentu kita akan lupa peran Allah pada apa yang sedang ingin kita capai, apa yang kita rencanakan, apa yang kita katakan, hasil yang kita harapkan. Banyak situasi ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, berurusan dengan seseorang, berbicara dengan seseorang, dan kita pikir percakapannya harus ke arah yang kita inginkan, bukan ke arah lain. Kita tidak bisa mengatur bagaimana pandangan orang lain, atau respon mereka tentang apa yang kita lakukan, semuanya di tangan Allah. Ketika orang lain tidak merespon kita seperti apa yang kita harapkan, orang lain tidak bereaksi kepada kita sesuai ekspektasi kita, lalu kita marah “Oh Man, aku sudah melakukan bagianku, kok mereka ngga juga sih? Mereka harusnya menyesuaikan diri juga, mereka harusnya sejalan denganku juga.”

Itulah poin dari mengatakan insyaa Allaah. Tidak hanya tentang kemampuanku untuk mencapai sesuatu atau melakukan sesuatu yang tergantung pada Allah, tapi aku punya Rabb yang tidak hanya mengendalikan apakah aku mampu melakukan sesuatu tapi juga hasil dari perbuatan itu, atau efek dari perbuatan itu.

Petani bisa menanam benih yang sama di tanah yang sama, beberapa dari benih itu ada yang tumbuh, beberapa tidak, atau ada benih yang tidak sengaja tertanam lalu tumbuh. Kita tidak tahu dan kita tidak bisa mengendalikan apa yang akan Allah tumbuhkan, dan itulah inti dari bergantung pada Allah.

Ketika kau mengatakan tentang itu, kadang ada pesimisme juga yang mengiringinya. Mungkin kamu akan mulai berpikir, well ini semua bergantung pada Allah. Aku berharap ini berjalan baik tapi karena aku bilang insyaa Allaah, jadi ketika Allah memutuskan sesuatu berjalan dengan cara lain, aku harus berekspektasi bahwa sesuatu bisa terjadi dengan cara yang tidak aku harapkan. Itulah inti dari mengatakan insyaa Allaah bahwa sesuatu tidak terjadi dengan caramu tapi dengan caranya Allah. So, just know your place.

Mungkin akan muncul semacam keputusasaan, pesimisme, bahwa apa yang aku harapkan belum tentu akan terjadi karena segalanya terjadi sesuai keinginan Allah. Ayat ini mengandung peringatan untuk melindungi kita dari jenis keputusasaan seperti itu. Allah says make mention of your Master when you forget and then say. Sebut nama Rabb-mu  ketika kamu lupa dan katakan, “Katakan” di sini juga mengandung pesan penting, karena berkata/berbicara biasanya dilakukan kepada orang lain. “Say this”, itu berarti katakan kepada (misal) ibumu, katakan kepada orang di sekitarmu. Katakan itu bermakna nyatakan, katakan pada semua orang. 

Tapi ada situasi ketika tidak ada orang lain di sekitarmu. Kamu lah yang memiliki resolusi untuk melakukan sesuatu, ya kan? Jadi tidak ada audiens lain. Hanya kamu! Dan Allah menyuruh kita untuk mengatakan-menyatakan, berarti Allah ingin kita untuk mengatakan pada diri kita sendiri. Jangan hanya mengingat di hatimu, ucapkanlah secara lisan. Al Quran mengajari kita untuk memiliki spiritual conversation dengan diri kita. Katakan pada dirimu dengan kata-kata yang Allah perintahkan untuk dikatakan. Ini ayat yang Allah ajarkan kepada kita untuk berkata, tidak hanya pada orang lain tapi sesungguhnya pada diri kita. Dan bukan hanya di kepala kita tapi dengan lidah kita. Dengarkan diri kita mengatakannya.

Dan tahukah kamu ketika kamu melisankan sesuatu seperti itu, biasanya tidak di momen normal. Ketika kamu mengendarai mobil biasanya kamu diam mendengarkan radio, mendengarkan podcast, atau kamu tersesat di pikiranmu, atau kamu hanya diam. Tapi ada suatu momen dalam hidupmu, ketika kamu di mobil dan tidak ada orang di sana, kamu berbicara dengan dirimu sendiri atau kamu berbicara kepada Allah. Dan itu terjadi. Momen itu mengindikasikan time of great reflection and self realization or determination -momen luar biasa untuk refleksi dan realisasi diri, atau determinasi diri- itu adalah momen yang sangat powerful dalam hidup seseorang, ketika mereka begitu digerakkan oleh sesuatu yang membuat mereka berbicara kepada diri mereka sendiri. Yeah beberapa orang berbicara dengan dirinya sendiri di setiap waktu, berbicara pelan sepanjang waktu (kayak nggremeng gitu), mereka mengomentari apa yang kamu lakukan tapi kamu tidak dengar apa yang  mereka katakan, yah bukan itu yang dimaksud di sini.

Yang dimaksud di sini ialah, nyatakan kepada diri sendiri, miliki realisasi tentang dirimu. Lalu kata pertama apa yang harus dikatakan? عَسَى. Itu bisa bermakna possibly tapi juga bermakna hopefully, ekspektasi, harapan. Allah mengajarkan apa yang perlu dilakukan tentang masa depan, tidak hanya berada di tangan Allah, bukan hanya karena dukungan Allah semua itu terjadi. Tapi pertama-tama kamu harus mengatakan pada dirimu sendiri, kata pertama adalah “hopefully” aku harap. Harapan. Itu sangat powerful karena Allah sudah mengatakan kepada hamba-Nya untuk punya harapan di masa depan. Sebelum segala sesuatu, kamu harus punya harapan tentang masa depan. Tidak peduli apapun  keadaannya, bahkan ketika kamu meninggalkan keluargamu dan pergi ke gua. Kamu memiliki harapan. Tidak peduli bahwa kehidupan Rasulullah dalam dakwahnya kian hari bertambah sulit, beliau tetap berharap, beliau diperintahkan untuk punya harapan.

عَسَى أَن يَهْدِيَنِ رَبِّي. I hope that my Master will guide me. Ada harapan, ada ekspektasi, ada kerinduan, ada pikiran positif dan optimisme tentang masa depan. Seperti apakah optimisme itu? Bahwa Rabb-ku akan menuntunku. Ini merubah pandangan kita tentang insyaa Allaah. Insyaa Allaah adalah bila Allah berkehendak itu akan terjadi, bila Allah tidak berkehendak maka tidak akan terjadi. Tapi  sekarang kita belajar tentang apa yang Allah putuskan, Allah suka memutuskan sesuatu dan membantu menuntun hamba-Nya. Itulah yang Allah suka untuk putuskan. Keinginan Allah sesungguhnya adalah harapan yang tertanam. Dan Allah sendiri yang mengatakan kepada kita untuk berharap dan berkata pada diri sendiri tentang harapan pada-Nya.

Walaupun aku tidak tahu kehendak Allah, ketika aku belajar mengenal Rabb-ku, ekspektasiku berasal dari Firman-Nya dan sesuai dengan apa yang Ia deskripsikan tentang Dirinya. Dia ingin aku berekspektasi pada-Nya bahwa Dia akan menuntunku. Dia akan menunjukkanku jalan, sebuah tindakan yang harus kulakukan.

Seperti analogi sebuah kapal. Ketika airnya tenang maka captain bisa mengarahkan kapalnya ke arah manapun, ke jalan manapun yang ia inginkan. Kemudian sebuah badai datang, yang datang karena kehendak Allah bukan karena kehendak kapten. Tujuan kapten saat ini bukan tetap berada di jalan yang benar tapi untuk bertahan dari badai. Ketika badai datang kapal akan terombang-ambing melenceng dari jalur yang sesungguhnya, bisa beratus mil, dia akan mengarah ke manapun badai mengarahkannya. Dan itu juga terjadi pada badai kehidupan kita. Ketika Allah membawa kapal kita ke arah  manapun di luar ekspektasi kita, bahkan setiap Tindakan Allah, Allah menuntun kita. Bahkan ketika kita dipukul oleh badai itu, apa yang keluar dari mulut kita adalah, “Ini harapan dan inilah Allah sedang menuntunku. Pasti ada alasan tertentu agar aku menerima petunjuk. Ini bukan jalan yang kupilih, ini jalan yang menuju ke arah lain tapi inilah Allah sedang menuntunku”. Menuntunku ke mana? Liaqraba min hadza rasyada.

لِأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا

Allah says, guide me all the way to closer than this... Apa maksudnya? Ketika kamu bepergian, misal tujuanmu ke rumah orang tua, maka tujuanmu bukan untuk menjadi semakin dekat ke rumah orang tuamu tapi ke rumahnya. Tapi di ayat ini beda. Allah mengatakan tujuanmu adalah menjadi semakin dekat. Itu berarti step by step, berprogress. Maka tujuan utama perjalananmu adalah untuk berprogres. Step closer to what? Is it heaven? Semakin dekat dengan apa? Apakah semakin dekat dengan surga? Dijelaskan lebih lanjut dalam kata rasyadan. Closer than this when it comes to uprightness. Setiap kali Allah menempatkan kita pada suatu pengalaman itu berarti kita semakin dekat untuk menjadi lebih utuh, menjadi lebih baik secara emosional, untuk lebih baik secara spiritual, untuk lebih baik dalam kebergantungan kepada Allah, untuk lebih baik dalam karakter kita, untuk lebih baik dalam kemampuan bersikap lebih sabar, untuk lebih baik dalam rasa syukur kita. Satu langkah itu adalah harapan. Apa pun pengalaman hidup yang Allah tetapkan untuk kita, apapun rencana-Nya, rencana Allah di atas rencana kita, untuk menuntun kita selangkah lebih dekat pada apa yang baik dan benar, itulah tujuan utamanya.

There is goal setting when it comes to our spiritual goals, every step we take that bring us closer of being upright is a goal by itself. That step was a goal not a destination.

“dalam hidup ini, tetap berprogres adalah target utamamu”

Targetmu adalah menjadi selangkah lebih dekat. Aku belajar satu ayat lagi, aku mempraktikkan satu hal baru, aku menemukan satu alasan lagi untuk lebih bersyukur pada Allah. 

Berpikir tentang apa yang tidak kamu ketahui akan membuatmu cemas dan membuatmu tidak mengapresiasi hal-hal yang sudah kamu ketahui, semua langkah yang sudah kamu tempuh. Apresiasi setiap langkah kecil perbaikan! Sebagai seorang mukmin, mengambil langkah kecil untuk menjadi lebih baik, berada di lingkungan yang baik itu adalah sebuah pencapaian the ultimate goal

Ketika Allah meletakkan kita pada suatu situasi, maka kita tidak akan berpikir bahwa "ah Allah menghukumku nih", kita akan berpikir bahwa Allah menempatkan kita pada situasi ini berarti Allah mendekatkan kita pada suatu kebaikan. Pada saat-saat sulit, bisa jadi Allah menuntun kita untuk lebih dekat pada-Nya, untuk lebih dekat pada kebaikan. Itu adalah proses perbaikan yang harus kita pahami. Seperti halnya bahan makanan ada yang harus diproses dalam suhu panas tertentu untuk dapat dinikmati, maka seperti itulah proses upgrading, refinement, perbaikan diri seorang muslim. Terasa sulit mungkin, tapi ada kebaikan di dalamnya. Jalan apa pun yang Allah pilihkan untuk kita, itu juga untuk kebaikan kita sendiri, dan tujuan utama kita adalah menjadi lebih baik, terus berprogress (being upright). 

"tujuan utama kita adalah menjadi lebih baik, terus berprogress (being upright)"

*sumber: Khutbah Ustadz Nouman Ali Khan tanggal 3 Oktober 2020, lihat lebih lanjut di channel youtube Bayyinah Institute

 https://www.youtube.com/watch?v=-P6_meKDIKg

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

The book of Ikigai

-Seeing the struggle of mothers-

Mau dibawa kemana nasib bangsa ini?