Catatan Perjalanan #part1
sebuah upaya untuk mengurai kenangan menjadi kata-kata nan bermakna.
That day 14 Januari 2016...
Finally, flight for the first time. Go to
abroad for the first time too.. :D
(photo was taken by Zahrah Al Jannah)
Jika dalam
setiap perjalanan selalu ada makna, maka izinkan aku sedikit membagikan kisah perjalanan ini agar tak
hanya diriku yang mampu memaknainya tapi juga kamu >_<
Pra Pemberangkatan...
Kisah ini
bermula menjelang musyak (musyawarah akbar) Jama’ah Shalahuddin UGM berakhir. bagaimana bisa? Ya, karena kehendak
Allah lah aku mengetahui info acara AMSS 2.0 dari ketua Jama’ah Shalahuddin
1436 H. Waktu itu beliau mengatakan ada acara Muslim Students Summit se-ASEAN
di Malaysia. Rasa keingintahuan yang
kemudian menuntunku mencari informasi tentang program itu melalui mbah Google. Aku pun menemukannya. Sebuah
event yang diperuntukkan bagi pelajar
dan mahasiswa muslim se-ASEAN.
Eureka! Ini
momen yang tepat untuk mewujudkan angan dan harapan kan? :D
Aku pun
segera mencari informasi tiket PP Jogja-KL. Muraah! Kapan lagi acara murah
dan tiket terjangkau? Estimasi tiket PP Jogja-KL
sekitar satu juta (bahkan lebih murah tiket PP Jogja-KL daripada tiket PP
Jogja-Medan, kata seorang sahabat :”). Sedangkan biaya yang harus dibayarkan
untuk ikut acara itu sebesar 50 USD (sekitar 700 ribu lah). Biaya sebesar itu
sudah termasuk makan selama empat hari, akomodasi selama mengikuti acara bahkan
dijemput dari bandara ke tempat acara, dapat print out materi serta goody
bag, selain itu juga dapat fasilitas jalan-jalan keliling KL. Saat itu aku berpikir, untuk acara sekelas ASEAN biayanya ini tergolong murah. Kesempatan seperti yang jarang datang dua kali. Aku pun mengazzamkan diri untuk mengikuti acara
tersebut. Ternyata teman-teman asrama juga banyak mengetahui informasi yang
sama. Jadilah kami beramai-ramai mendaftar AMSS 2.0.
Namun ada
sedikit keraguan, mendaftar itu perlu uang, tiket pesawat juga pastinya dibeli
dengan uang. Sedangkan pemasukan utama seorang mahasiswa yang belum bisa mencari
uang sendiri sepertiku tentu saja dari orang tua dan (mungkin) beasiswa. Dari
mana lagi? Sedangkan saat awal tahun orang tua pasti sedang memikirkan untuk
membayar uang kuliah anaknya, yang biasa disebut UKT (Uang Kuliah Tinggi #eh).
Tapi tenang saja, bukankah Allah Maha Kaya? Ya tentu saja.
Mas tercintaaa
Orang
pertama yang terpikirkan olehku untuk menyelesaikan sedikit kegalauan ini
adalah mas tercinta. Iya, beliau lah satu-satunya kakak (kandung)ku. Dengan
beberapa kali menghapus kata-kata, sms itu pun akhrinya aku kirimkan kepadanya.
Sudah lupa sebenarnya tentang isi pesannya. Intinya menceritakan bahwa ada
acara Muslim Summit di Malaysia dengan fee
terjangkau dan bahkan tiket PPnya tergolong murah.
Tiket PP berapa? Satu
juta? Murah banget. Itu lah respon yang ia berikan. Justru menambah semangatku. Nah, maka
dari itu. Sayang banget kan kalau momen ini dilewatkan, hehe.
Boleh tidak pinjam uang
dulu untuk beli tiket? Soalnya harus buru-buru beli tiket, keburu promonya
habis, kataku
saat itu via sms. Nanti aku ganti setelah
uang beasiswa turun mas, tambahku meyakinkan. Ya bagaimana lagi, nampaknya
ini adalah ikhtiar yang mungkin untuk aku lakukan kala itu, meminjam. Mas
tercinta yang begitu baik itu pun tidak meresponnya dengan negatif, malah menanyakan
mau berangkat sama siapa? Aku bilang, teman
asrama banyak kok, dari regional lain juga kayaknya ada yang ikut. Agak
lama ia membalas pesanku. Besok yaa, mas
transfer. Harus cari koneksi dulu,
baru bisa kirim besok pagi. Akhirnya.... setelah ada jaminan uang, aku pun
berani memutuskan untuk segera membeli tiket.
Tragedi berburu tiket
promo
“eh, buruan
beli tiket. Tiket promonya udah mau abis
lho...”
Ada
untungnya pergi bareng-bareng, tapi
kadang jadi terkesan ribet hehe. Setidaknya aku yang tadinya santai-santai saja
untuk membeli tiket, akhirnya segera tergerak untuk membeli tiket. Sampai
dibela-belain beli tiket tengah malam. Wadaw.
Karena takut
kehabisan tiket promo akhirnya aku bersama seorang teman asrama –mbak Ara─ memutuskan
untuk membeli tiket malam itu juga, dengan mengais-ngais uang di sisa ATM
akhirnya terkumpulllah uang satu juta, ditambah beberapa lembar di dompet.
Nanti uang kiriman mas bisa buat mbayar
fee-nya, kataku dalam hati.
Beli tiket
secara online ternyata ribet juga,
harus berkali-kali nyoba dan gagal,
ulangi lagi. Hingga akhirnya data berhasil diisi sepenuhnya sekitar pukul
setengah dua belas malam. Tiket harus segera dibayar, kalau tidak akan hangus.
Kami bergegas ke Indo*maret sebelah asrama untuk melakukan pembayaran. Tidaaak,
gerbangnya susah sekali dibuka. Masak
kami harus manjat huhuhu (alay -__-).
Alhamdulillah setelah mengerahkan segenap tenaga, gerbang berhasil dibuka,
tanpa kunci, hanya perlu sedikit tenaga. Wkwkwk.
Sesampainya
di Indo*maret kami pun menemui penjaga Indo*maret. “Wah maaf mbak, sedang offline. Baru bisa nanti jam 1.” Baiklah.
Lebih dari pukul dua belas dan memang masih offline. Dalam hati aku bersyukur, untung
paling lambat pembayarannya jam setengah dua yaa, coba kalau setengah satu. Ya
kali mau mengulangi daftar onlinenya
huhuhu. Ada hikmahnya kan mencoba berkali-kali hingga pukul setengah dua belas.
Allah memang Maha Mengetahui yang terbaik untuk hamba-Nya. Pelajaran malam itu,
kesabaran. Bahwa di setiap proses perjuangan pasti mengandung hikmah. Maka
sudah seharusnya menjalani proses itu dengan kesabaran. Hikmah itu hanya akan
dirasakan oleh orang-orang yang bersabar, ya kan?
Singkat
cerita, tiket berhasil dibeli. Agak mengganjal sebenarnya, karena bentuknya
masih seperti struk belanja Indo*maret. “Ini
struk belanja termahalku, dua juta broo *tiket untuk berdua*.” Kemudian aku
dan mbak Ara pun tertawa. Kami pun menghela napas lega, berhasil menyelesaikan
misi dini hari itu, selanjutnya beralih untuk menyelesaikan tugas masing-masing
sebelum memutuskan untuk rehat.
Make up test? Oh noo!
Sesungguhnya
terlalu berisiko memutuskan untuk bepergian jauh sementara nilai ujian blok
belum semuanya keluar, bahkan belum satupun keluar kala itu. Tapi tekad sudah
bulat, tiket sudah terbeli, tak ada lagi kata mundur.
Harapan lain
pun muncul di hatiku, semoga nilainya cukup baik agar tak perlu mengulang. Ah,
soal nilai aku selalu mencoba untuk pasrah. Tentu saja pasrah setelah
mengusahakan yang terbaik. Meski diri kadang mengatakan, itu masih belum usaha
maksimalmu Rin!
Qaddarullah, beberapa hari sebelum
keberangkatan nilai salah satu blok keluar, dan hasilnya ternyata mengharuskan
untuk ikut make up test atau biasa
disingkat MUT (istilah anak FK buat remedial, hehe). Baiklah. Siap jalani lah
yaa. Eits, tunggu dulu, ternyata jadwal MUT berlangsung ketika masih di
Malaysia. Hiks. How?
Apa yang aku
lakukan saat itu? Gugup? Sedikit sih. Panik? Ah tidak juga. Akhirnya siang hari
sebelum keberangkatan kulangkahkan kaki menuju kampus tercinta, dengan maksud
menemui dosen pengampu blok, berharap beliau memberikan toleransi agar aku masih
bisa ikut MUT tahun ini. Ternyata kampus sepi, dosen sedang ada rapat. Aku pun
memutuskan untuk menghubungi dosen pengampu blok via sms. Terkirim! Beberapa
saat kemudian sms balasan masuk. Intinya aku diarahakan untuk menghubungi kepala prodi. Ternyata sampai detik
keberangkatan aku belum bisa menghubungi bapak kepala prodi, ada beberapa hal
yang membuatku menunda. Aku pun berakhir dengan
kesimpulan dalam hati. Baiklah, tak apa ikut MUT tahun depan. Toh
kesempatan ikut acara ini belum tentu ada tahun depan. Sore itu aku pun ‘terbang’
dan (berusaha) melupakan ini. yaaaap!
Misi perjalanan..
Aku percaya,
orang yang mengikuti AMSS 2.0 ini pasti memiliki misi masing-masing. Entah itu
misi pribadi maupun misi institusi. Misi pribadi seperti keinginan sederhana, melihat
negeri lain di luar negeri sendiri atau keinginan untuk memperluas jaringan
pertemanan. Misi institusi seperti mengenalkan institusi masing-masing di kancah internasional ataupun
alasan lainnya.
Aku pun
begitu, mengikuti acara tersebut dengan dua misi. Misi pribadi dan misi institusi. Misi pribadi adalah untuk
meningkatkan kapasitas diri melalui
kesempatan untuk belajar dari negeri tetangga dan sedikit misi menuntaskan
cita-cita masa kecil, yakni naik pesawat :D. Misi institusi?
Siang itu
sebelum keberangkatanku, ketua institusi tempatku mengabdi mengatakan akan
menitipkan sesuatu ketika aku ke Malaysia mengikuti AMSS 2.0. nampaknya sesuatu
yang penting, pikirku. Apa itu? Sekitar 40 bendel kuesioner. Hahaha. Ketua dan
Sekum baru institusiku berinisiatif untuk melakukan penelitian tentang urgensi
adanya wadah persatuan Muslim di ASEAN. Sebuah pemikiran yang cerdas, mengingat
forum ini memiliki probabilitas untuk diikuti muslim muslimah seASEAN. Cerdas
memanfaatkan peluang, bukan?
My first flight :D
How is my feeling to
have a flight for the first time? Biasa aja sebenarnya. Seperti naik Kora-Kora kata mbak Ara, hehehe..
Pada awalnya
seperti berjalan di antara kabut asap, tapi semakin pesawat terbang tinggi
kabut itu semakin menghilang dan segera digantikan oleh kumpulan awan di bawah
pesawat. Masya Allah. Terlihat bahwa di atas langit masih ada langit. Ya, jadi
itu bukan sekedar peribahasa, memang
seperti itu. “Di atas langit masih ada
langit” adalah ungkapan yang sering digunakan untuk mengingatkan orang agar tidak bersikap
sombong. Nyatanya memang begitu, maka sesungguhnya manusia memang tak sepantasnya bersikap sombong.
Sayang
sekali kamera tak bisa membidik momen-momen indah di atas awan. Terlalu indah
untuk dilewatkan. Mata menjadi saksi keindahan langit senja kala penerbangan
pertamaku itu. Beruntung kala itu bisa duduk di dekat jendela, sehingga bisa menikmati
gradasi langit sore. Separuh berwarna oranye, separuhnya mulai gelap.
ASEAN Muslim
Students Summit 2.0 merupakan sebuah event yang akhirnya membuatku bisa naik
pesawat sekaligus pergi keluar negeri untuk pertama kali. Kampungan? Ah nggak
juga, ini adalah salah satu tahap dalam perjalanan hidupku yang akhirnya
terlampaui. Sebuah angan-angan untuk ‘berjalan’ di antara awan akhirnya
terwujud.
to be continued...
Komentar
Posting Komentar