Bergerak Bersama Sang Waktu


Demi masa,

Sesungguhnya manusia kerugian,
Melainkan yang beriman dan beramal sholeh…

Waktu, mungkin memiliki definisi yang berbeda bagi setiap orang. Bagi seorang businessman waktu bisa saja diartikan sebagai uang. Setiap detik adalah saat untuk mengumpulkan uang. Busenissman yang berorientasi pada dunia, memandang setiap detik yang ia miliki untuk mencari keuntungan, kekayaan.
Berbeda halnya dengan seorang muslim, baginya waktu adalah pedang. Hati-hati jika hendak bermain-main dengannya, bisa jadi malah melukai diri sendiri. Itulah mengapa seorang muslim sejatinya harus sadar untuk tidak bermain-main dengan waktu yang telah Allah anugerahkan. Setiap detik merupakan momen untuk memperbaiki diri, meningkatkan kapasitas diri, kemudian memberikan kontribusi terbaik bagi lingkungan sekitarnya.

Imam Hasan Al-Banna pernah mengatakan bahwa, “kewajiban lebih banyak daripada waktu yang tersedia.” Hal ini terutama sangat terasa oleh para aktivis. Tugas kuliah, amanah organisasi, belum lagi yang memiliki tugas tambahan di asrama, terlihat begitu banyak hal harus dikerjakan. Tak jarang banyak yang merasa bahwa 24 jam sehari itu kurang. Kemudian ada yang berandai-andai untuk memiliki sebuah hari di antara hari Ahad dan Senin. Hari dimana bisa sejenak melupakan tugas-tugas yang menumpuk, hari dimana bisa memanfaatkan waktu untuk me time.
Menghadapi realitas bahwa banyak hal yang harus dikerjakan, banyak buku yang menanti untuk dipelajari, maka memanfaatkan waktu secara bijaksana sangat diperlukan. Dimulai dari membuat skala prioritas. Mana hal-hal yang perlu dilakukan terlebih dahulu, dan mana hal-hal yang bisa ditangguhkan pelaksanaannya. Selain itu penggunaan waktu secara efektif juga perlu. Melakukan hal-hal dengan cepat. Berjalan dengan cepat.
Menurut cerita dari orang-orang yang pernah berkunjung ke negeri matahari terbit, kita memang harus banyak belajar tentang respect to time dari mereka. Mayoritas penduduknya non muslim, tapi penghormatan terhadap waktunya jauh di atas negeri yang mayoritas dihuni orang muslim. Orang Jepang berjalan dengan cepat, pun mereka melakukan segala sesuatunya dengan cekatan. Maka jika berada di Jepang dan tidak siap untuk menaikkan ritme kehidupan minimal seperti orang Jepang, maka kau tetinggal. Jika biasanya masih menunda-nunda untuk melakukan sesuatu, maka bisa dipastikan ketika berada di sana, diri akan terdorong untuk melakukannya dengan tepat waktu.
Dalam memanfaatkan waktu, menunda-nunda adalah suatu penyakit yang sepatutnya dihilangkan, sedikit demi sedikit dikurangi. Karena ketika seseorang menunda untuk melakukan sesuatu, maka sejatinya ia juga akan melakukannya di kemudian hari. Yang membedakan adalah akhirnya banyak pekerjaannya menumpuk. Maka katakan pada diri sendiri, bahwa ‘sekarang atau pun nanti sama saja, aku juga harus mengerjakannya. Lebih cepat selesai lebih bagus!’. Siapa lagi yang bisa mendorong diri untuk bergerak selain keinginan kuat dalam diri seseorang.
Hidup ini tidak lebih dari sekedar jembatan belaka. Menurut pepatah Jawa, hidup itu ibarat mampir ngombe, hanya singgah sebentar untuk numpang minum. Maka merugilah orang yang tidak memanfaatkan waktunya di dunia untuk ketaatan kepada Allah. Merugilah orang yang lalai dengan waktunya, membiarkan kehidupannya kosong tak bermakna. Merugilah orang yang tidak memiliki pandangan ke depan tentang hidupnya, yang ia pikirkan hanya hidup untuk saat ini, tak terpikirkan hidup setelah hidup.
                Waktu merupakan salah satu anugerah Allah. Maka memanfaatkannya dengan baik termasuk bentuk rasa syukur atas anugerah tersebut. Jangan sampai seorang muslim menjadi orang yang merugi karena tidak menghormati waktu. Selamat bergerak dan berpacu dengan waktu! (-rrn)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The book of Ikigai

Mau dibawa kemana nasib bangsa ini?

-Seeing the struggle of mothers-