3 Momen Berharga
Hidup adalah kumpulan dari berbagai peristiwa
yang kadang saling berhubungan, tapi terkadang juga tidak berkorelasi satu
dengan yang lain. Namun yang pasti, hidup merupakan kumpulan dari berbagai
pilihan yang menuntun kita untuk memilih berbagai pilihan lainnya.
Berbicara tentang memilih, terkadang memang tidak
mudah, terutama pilihan yang menyangkut soal hati, serta hidup dan mati (hmm).
Dalam kehidupan seorang (mantan) mahasiswa
program sarjana (bagiku) setidaknya ada 3 peristiwa yang akan terus menjadi
kenangan hingga nanti, yakni (1) kenangan ketika masih aktif berorganisasi, (2)
kenangan ketika skripsi, dan (3) kenangan tentang kehidupan KKN.
Berbicara soal organisasi, sejak pertama kali
kakiku berpijak di kampus tercinta, hatiku telah terpaut pada satu organisasi yang
turut membentuk diriku saat ini, ya namanya Jama’ah Shalahuddin (JS). Tersesat
di jalan yang benar, mungkin itu istilah keren yang menggambarkan perjalananku
hingga bisa tersasar di sana. Berawal dari momen Penyambutan Mahasiswa Baru
(PMB), kala itu ada tawaran untuk berkunjung ke stand kerohanian Islam oleh seorang mbak berkerudung rapi dengan senyum
manisnya (>,<), berhubung kala itu aku sedang menanti dijemput oleh kakak
iparku maka tak ada salahnya kupikir mampir sebentar di stand tersebut. Hingga akhirnya kesan-kesan baiklah yang ku
dapatkan kala di stand tersebut
hingga akhirnya dalam hati kecilku mulai tumbuh keinginan untuk “kelak aku
harus bergabung di organisasi ini”. Ya, tersesat di jalan yang benar.
Alhamdulillah :”.
Penerimaan,
terkadang itu yang membuat hati seseorang dapat begitu mudah tersentuh.
Sesederhana apapun tempat yang ditawarkan, sesederhana bagaimana pun keadaan
yang disuguhkan, penerimaan membuat
berbagai kesederhanaan itu terlihat mewah. Tapi penerimaan itu tak akan
berarti jika individu yang ditawari tidak membuka hati seluas-luasnya untuk
diterima. Ternyata keduanya memerlukan timbal balik. Maka siapkan hati kita
untuk diterima. Dan bersiaplah “tersesat” di jalan yang benar. Sudahkah kau
temukan lingkungan yang menyesatkanmu di jalan yang benar?
Ah, ketika berbicara tentang organisasi lebih
jauh lagi. Bagiku, JS menjadi titik awal yang mengenalkanku pada
kebaikan-kebaikan selanjutnya. Berawal dari JS hingga berlabuh pada
lingkaran-lingkaran kebaikan lainnya. Salah satunya RK, ya Rumah Kepemimpinan.
Kala itu bermodalkan status sebagai anggota organisasi Jama’ah Shalahuddin dan
sedikit pengalaman berorganisasi di dalamnya aku memberanikan diri untuk
mendaftar beasiswa asrama Rumah Kepemimpinan – yang mana motivasi awal mendaftar
karena tergiur akan materi yang ditawarkan dan berbagai program pembinaan yang
menarik. Aku bukan seperti beberapa temanku yang sudah sangat mengenal
RK, bahkan sudah menargetkan untuk menjadi peserta pembinaan di RK sejak mereka
menjadi mahasiswa baru. Saat itu aku hanya berpikir sederhana, nampaknya ini
baik untuk pengembangan diriku sekaligus membantu orang tua dalam hal beasiswa.
Hanya sesimpel itu, tak pernah terbayangkan sebelumnya tentang visi misi
kehidupan, life goal, life plan, dll.
Dari proses seleksi beasiswa RK hingga akhirnya
bisa menjadi peserta pembinaannya mengajarkanku tentang makna takdir. Bahwa apa
yang telah Allah takdirkan atas seseorang tak akan pernah tertukar atau
terkurangi sedikitpun. Allah yang Maha Mengatur berbagai skenario hingga
‘takdir’ itu menemuinya. Ikhtiar adalah bagian dari upaya menjemput takdir,
tapi bukanlah ikhtiar itu yang menentukan takdir. Maka dari itu dalam
berikhtiar harus dibersamai dengan tawakal (menyerahkan hasil pada Allah),
karena Allah Maha Mengetahui hasil terbaik untuk hamba-Nya.
Tahukah kamu? Awalnya aku dinyatakan tidak lolos
tahap terakhir seleksi beasiswa RK. Bahkan sampai sekarang mungkin masih ada
yang bertanya-tanya “oh Ririn anak RK yaa, baru tahu” (sudahlah tak mengapa >,<). Setelah melalui proses wawancara
(yang bahkan baru tahap wawancara saja sudah lumayan membuat tertohok oleh
pertanyaan-pertanyaan sang pewawancara), hingga berusaha meyakinkan, bahwa
apapun hasilnya pasti itu adalah yang terbaik dari Allah. “Jika memang bukan di
sana, pasti Allah akan memberikan lingkungan yang lebih cocok bagiku untuk
mengembangkan diri,” begitu pikirku.
Hingga di suatu siang di bulan puasa kala itu,
masih disibukkan dengan berbagai aktivitas sebagai panitia Ramadhan di Kampus
1435 H. Tiba-tiba mendapat kabar bahwa aku diberi kesempatan untuk menjadi
peserta pembinaan RK. Sesuatu yang bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Sudah ditolak dan sudah memantapkan hati untuk menerima. Tapi ternyata Allah
mempunyai skenario yang jauh melebihi imajinasi manusia :”) Setelah
menimbang-nimbang akhirnya kesempatan itu pun diambil, dan jadi lah aku bersama
59 orang lainnya bersama-sama dalam naungan keluarga Nasri 7. Perjalanan
kemudian 22 bulan nyaris 2 tahun dalam naungan atap yang sama, pembinaan yang sama.
Banyak kisah yang tidak mudah untuk dituliskan dalam rangkaian kata-kata
(saking berkesannya). Seperti tagline
kami “Saudara Sampai Surga”, semoga 22 bulan dibina, dan setelah-setelahnya
menjadikan tagline kami mewujud dalam
do’a dan nyata.
Lalu, tentang skripsi. Ah, ketika masih menjadi mahasiswa muda dan melihat
perjuangan para mahasiswa tua dengan skripsinya, sempat terpikirkan, akan
seperti apa kelak perjalanan skripsiku?
Ada yang pernah bilang, "ketika skripsian
jangan berdoa untuk dimudahkan, karena memang tak akan mudah. Berdoalah untuk
dilancarkan dan dikuatkan, karena sesulit apapun tantangannya asal kamu kuat
dan prosesnya lancar ngga akan jadi masalah kan?". Ya, bahkan
sebenarnya pahala amal perbuatan seseorang sesuai dengan kadar kesulitan
usahanya. Dan tentu saja begitu pula dengan skripsi kita :'D (biar bernilai
pahala jangan lupa selalu libatkan Allah dalam setiap prosesnya!)
Menengok perjalanan MySkripsiLife setahun ke
belakang, seperti halnya jalan lurus yang tidak selalu mulus, ada saja
batu-batu kecil, atau jalan yang bergelombang, atau kadang lurus tapi sedikit
menanjak, atau kadang malah lurus tapi sedikit berbelok. Ada quote menarik dari
sebuah Film Korea yang berjudul "Seondal", "Bagaimana cara
bekerja yang paling baik? Nikmati setiap prosesnya!" Ya, nikmati
prosesnya. Sungguh dalam perjuangan itu bukan semata-mata hasil yang kita cari,
tapi PROSES yang membentuk diri lah yang kelak kita kenang. Toh hasil yang baik pun dipengaruhi
kualitas proses bukan?
Lika-liku pengambilan data di 14 puskesmas di
Gunungkidul, berbekal gmaps dan tekad
kuat serta terkadang nekat, akhirnya selesai juga! Memang sih, orang bilang skripsi adalah proses kita mengenali diri
sendiri, mau lama atau cepat itu juga ada andil besar dalam melawan kemalasan
diri (yaa meski faktor eksternal juga memengaruhi). Berhasil melawan kemalasan
hingga baper-baper menghadapi perawat
atau kepala puskesmas yang terkadang tidak kooperatif. Alhamdulillah sih belum pernah kehabisan bensin atau
kena ban bocor selama pengambilan data. Jika dipikir-pikir memang ternyata
lebih banyak kejadian yang bisa disyukuri daripada diratapi :)
Intinya dalam setiap tahapan skripsi itu selalu
ada hikmah, tergantung kita mau mengambilnya sebagai bahan pembelajaran atau
tidak. Seorang dosen pernah menyampaikan di kelas bahwa setiap orang memiliki
ujiannya masing-masing, ada yang diuji saat penyusunan proposal, ada yang diuji
saat pengumpulan data, bahkan ada yang skripsinya terkesan lancar-lancar saja,
bisa jadi ujiannya nanti di tahap profesi (atau tahap praktik klinik) :3 Tapi
jelaslah, pada setiap fase ada ujiannya tersendiri.
Pernah dengar ungkapan “Bersama kesulitan ada
kemudahan”, ya, hal itu benar ku alami sendiri. Bersama sulitnya revisi sekaligus
mempersiapkan KKN, dosen penguji memberi kemudahan untuk langsung ACC revisi
tanpa perlu bolak-balik. Niatnya bimbingan untuk menanyakan soal revisi. Eh,
dosennya langsung nanya, “mana yang perlu
saya tanda tangani?”. Tidak begitu berbelit-belit, padahal diminta revisi
judul penelitian tapi alhamdulillah revisinya tidak seberat kedengarannya.
Kemudahan-kemudahan itu seringnya bukan berasal dari ikhtiar kita yang nyatanya masih pas-pasan. Kemudahan-kemudahan itu justru bisa jadi datang dari do’a orang-orang yang menyayangi kita. Do’a yang dipanjatkan dengan tulus dan tersembunyi. Atau mungkin kemudahan-kemudahan itu datang dari perbuatan baik kedua orang tua kita kepada orang lain yang kemudian Allah berikan balasan kebaikannya melalui lancarnya urusan kita.
Intinya perjuangan
skripsi itu sebenarnya bukan hanya perjuanganmu sendiri. Walaupun
terlihatnya engkau berjuang sendiri kesana kemari, menunggu dosen untuk
bimbingan, mencari responden penelitian, hingga mencari referensi untuk
pembahasan. Perjuangan skripsi ini memang milikmu, tapi selalu akan ada orang
yang turut berjuang diam-diam dalam do’anya untuk kebaikanmu, atau dalam
tanyanya mengenai “bagaimana kabar skripsimu?”. Pahamilah bahwa di balik tanya
itu ada perjuangan dari sang penanya untuk memotivasimu :”D. Maka ketika
pikiran mulai buntu, berdiam diri
bukanlah solusi. Berdiskusi dengan orang lain atau hanya sekedar bercerita
pasti akan membuatmu lebih baik, trust
me, it works!
Dan yang ketiga tentang KKN. Seperti kebanyakan orang, 2 bulan itu memberikan banyak kesan
bagi kehidupanku. Tapi sayangnya tidak banyak persiapan untuk menjalani 2 bulan
itu dengan maksimal, lagi-lagi karena kala itu belum mau mengalihkan pikiran
dari skripsi (ini karena idealisme yang pokoknya harus sidang sebelum berangkat
KKN :”).
Hidup bersama 27 orang dengan berbagai karakter
dan latar belakang kehidupan beragam, menjadi momentum untuk belajar satu sama
lain. Selain itu, kultur masyarakat setempat yang cenderung berbeda dengan
kultur masyarakat di kampung halaman pun menjadi bahan pembelajaran yang mahal
harganya. Belajar berkolaborasi dengan rekan sejawat dari klaster yang sama
maupun dari klaster yang berbeda, bahkan belajar berkoordinasi dengan
tokoh-tokoh setempat. Mahasiswa memang sangat memerlukan wadah untuk belajar mempraktikkan
teori-teori di kelas dan membumikannya di masyarakat. Karena kelak gelar
sarjana itu akan dimintai pertanggungjawabannya dalam bentuk kontribusi nyata
di masyarakat.
KKN bukan hanya menjadi wadah belajar
mempraktikkan teori. KKN juga menjadi sarana kita mengenali pola kerja diri sendiri
maupun teman satu tim. Dan 2 bulan itu tidak melulu hanya kerja kerja kerja.
Dua bulan itu adalah proses untuk menjadikan satu sama lain menjadi keluarga.
Antara mahasiswa dengan masyarakat setempat ataupun antarmahasiswa itu sendiri.
Katanya sih KKN yang sukses kalau setelah KKN ada yang beneran jadi keluarga.
Tapi kalau bagiku sih, KKN yang sukses itu yang menjadikan kita (mahasiswa)
menjadi semakin bersemangat mengabdi ke masyarakat, ya kalau ada yang beneran
jadi keluarga itu bonus >_< (karena hakikatnya semenjak 2 bulan bersama
itu semua anggota tim adalah keluarga :D).
Ketiga fase dalam kehidupan seorang mahasiswa ini
memang tak cukup hanya dituliskan dalam beberapa lembar tulisan. Banyak hal-hal
menarik yang masih ada dalam ingatan namun mungkin tak cukup untuk dituliskan.
Tapi semoga hikmah di balik beberapa peristiwa dalam ketiga fase itu dapat
dimaknai dengan baik oleh masing-masing diri kita.
Terakhir, dalam setiap fase kehidupan selalu ada
tantangan. Menjalaninya dengan bahagia atau sengsara merupakan pilihan kita.
So, make it positive!
-dari sahabatmu yang masih selalu
belajar untuk menjalani berbagai tantangan dengan bahagia-
Ririn Setia R.
Komentar
Posting Komentar